MICROPROPAGASI MELATI KATARAK (Isotoma longiflora) DENGAN PENAMBAHAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN IAA (Indole Acetic Acid) SECARA IN-VITRO ( SKRIPSI FENDY SAPUTRA)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melati katarak mempunyai nama ilmiah Isotoma
longiflora yang mengandung senyawa alkaloid yakni lobelin, lobelamin dan
isotomin, daunnya mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol dan getah tanaman mengandung racun, tetapi
bagian tanaman lain memiliki efek anti radang (antiflamasi), anti kanker
(antineoplasmik), menghilangkan nyeri dan menghentikan pendarahan (Smith, 2001).
Tanaman yang berasal dari Hindia
Barat ini tumbuh liar di pinggir saluran air (Got) atau sungai, pematang sawah,
sekitar pagar dan tempat-tempat lainnya yang lembab dan terbuka (Ali, 2003).
Isotoma longiflora atau secara populernya disebut juga dengan sebutan Melati Katarak atau secara umum
disebut dengan nama Ki Tolod sebagian
ada yang menyebut bunga bintang tanaman ini berpotensi obat, dipercaya dapat
menyembuhkan penyakit mata seperti gejala munculnya selaput pada bagian mata
yang dapat mengakibatkan mata rabun serta kebutaan disebut katarak.
Berdasarkan penilaian dari World Health
Organization (WHO), sekitar 80% dari populasi penduduk dunia sangat
tergantung pada tanaman obat untuk kebutuhan perawatan kesehatan mereka, dan
lebih dari 30% sediaan farmasi di dapatkan dari tanaman (Depkes, 1983).
Kemampuan suatu tanaman sebagai obat disebabkan oleh kandungan senyawa kimia
atau senyawa aktif yang memiliki daya kerja pengobatan. Pengobatan tradisional
menggunakan bahan dari tanaman umumnya telah di lakukan secara turun-temurun.
Pemakaian dan cara pengolahannya sangat sederhana. setiap tanaman memiliki efek
farmakologi yang sangat beragam.
Mikropropagasi merupakan perbanyakan dari galur tanaman yang terpilih
melalui teknik kultur jaringan. Teknologi ini sudah banyak digunakan dalam
industri perbanyakan tanaman hias dan tanaman lainnya di seluruh dunia. Teknik
kultur in vitro untuk perbanyakan tanaman aseksual secara massal
merupakan aplikasi kultur jaringan yang paling banyak gunakan. Metoda multiplikasi
aseksual dalam teknik kultur jaringan dapat ditempuh dengan cara multiplikasi
tunas aksiler, produksi tunas
B. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui
pengaruh interaksi BAP dan IAA terhadap pertumbuhan melati katarak (Isotoma longiflora) secara in vitro.
2.
Untuk
mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan melati
katarak (Isotoma longiflora) secara in vitro.
3.
Untuk mengetahui pengaruh IAA terhadap pertumbuhan
melati katarak (Isotoma longiflora) secara in vitro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati cukup luas, dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di
dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Akan tetapi baru sekitar 26%
yang telah dibudidayakan dan 74% masih tumbuh liar di hutan. Dari 26 % yang
telah dibudidayakan, sebanyak 940 jenis tanaman telah digunakan sebagai obat
tradisional. Pemakaian tanaman obat terus meningkat sejalan dengan
berkembangnya industri obat tradisional/modern, farmasi ataupun komestika yang
menggunakan tanaman obat sebagai bahan bakunya. Peningkatan ini diduga karena
adanya beberapa aspek yang mendukung, antara lain kecenderungan kembali ke alam
(back to nature) dari pemakai tanaman obat, efek samping yang
ditimbulkannya kurang berarti bila dibandingkan dengan obat sintetis, populasi
penduduk yang semakin meningkat, diiringi dengan pasokan obat tidak banyak
mendukung, biaya perawatan yang cukup mahal, resistensi obat terhadap penyakit
infeksi yang digunakan untuk penyakit menular, (Anonimus. 2005).
Menurut Plantamor (2008), klasifikasi dari tumbuhan
ini adalah: Kingdom : Plantae (tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta
(berpembuluh), Superdivisio: Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisio:
Magnoliophyta (berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil),
Sub-kelas: Asteridae, Ordo : Campanulales, Familia: Campanulaceae, Genus:
Isotoma, Spesies: Isotoma longiflora.
Bunga Katarak secara
umum tumbuh di daerah tropis, secara khusus tumbuh di daerah yang lembab,
sering ditemukan tumbuh liar di tepian saluran air atau selokan. Pembudidayaan
tanaman ini cukup tidak merepotkan, layaknya rumput liar, ditanam saja dalam
pot bunga atau di halaman rumah yang terpelihara biasanya akan tumbuh dengan
subur. Getah bunga katarak mengandung anti radang begitu juga dengan daunnya. Ki tolod cocok untuk tumbuh di daerah
dataran tinggi yang dingin meskipun sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah.
Kitolod yang ditanam pada dataran rendah memberikan hasil yang kurang sempurna,
yaitu daun tidak setebal di dataran tinggi dan daunnya tumpul (Ali, 2003). Ki
tolod merupakan tanaman semak yang memiliki tangkai bunga
yang panjang, sesuai dengan nama latinnya (longiflora). Mahkotanya
berbentuk bintang dan berwarna putih bersih. Secara sekilas mirip dengan
mahkota melati untuk teh.
Tanaman Ki Tolod
atau ada juga yang menyebutnya bunga bintang merupakan tanaman yag termasuk ke
dalam sub kelas Asteridae. Tanaman yang berasal dari Hindia Barat ini tumbuh liar
di pinggir saluran air (Got) atau sungai, pematang sawah, sekitar pagar dan
tempat-tempat lainnya yang lembab dan terbuka. Ki Tolod dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.100 m dpl.
Herba menahun, Terna tegak, tinggi mencapai 60 cm, bercabang dari pangkalnya,
bergetah putih yang rasanya tajam dan mengandung racun. Daun tunggal, duduk,
bentuknya lanset, permukaan kasar, ujung runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk
ke dalam, bergigi sampai melekuk menyirip. Panjang daun 5-17 cm, lebar 2-3 cm,
warnanya hijau. Bunganya tegak, tunggal, keluar dari ketiak daun, bertangkai
panjang, mahkota berbentuk bintang berwarna putih, Buahnya berupa buah kotak
berbentuk lonceng, merunduk, merekah menjadi dua ruang, berbiji banyak,
perbanyakan dengan biji, stek batang atau anakan (Ali, 2003).
Tinggi tanaman ini
sekitar 50cm, habitus semak, dan merupakan tanaman semusim. Bergetah putih yang
rasanya tajam dan mengandung racun. batangnya berbentuk bulat, berkayu, dan
berwarna hijau. Daun berbentuk panjang, berwarna hijau, permukaan kasar, ujung
runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, bergigi sampai melekuk
menyirip. Daun merupakan daun tunggal dengan ukuran 2-3cm dan panjangnya
5-15cm. Bunga berbentuk lonceng dengan mahkota berbentuk bintang. Biji
berbentuk bulat telur, berukuran kecil dan berwarna putih. Akar tanaman ini
berupa akar tunggang (Ali, 2003).
Air yang diperoleh dari
bagian tanaman kitolod bisa digunakan untuk mencegah dan mengobati iritasi
mata, serta bisa dimanfaatkan sebagai penyegar mulut dan tenggorokan. Air
kitolod yang diteteskan bisa mengobati kebutaan dan air ki tolod bisa mengobati iritasi kulit dan kebutaan dan ki tolod bisa mengobati luka di kulit
yang disertai peradangan. Disamping itu, tanaman kitolod juga bisa digunakan untuk
mencegah gangguan iritasi pada mata (Anonimus, 2003)
Hasil penelitian Iswari
et al, (2000) menunjukan bahwa media
Murashige dan Skooq (MS) yang dimodifikasi dengan zat pengatur tumbuh BAP
(Benzyl amino purin) merupakan media yang tercepat dalam menginduksi keluarnya
tunas dan akar pada tanaman manggis. Kosentrasi BAP yang berbeda mempengaruhi
pembentukan tunas. Kultur-kultur yang menggunakan media dasar MS dengan
kosentrasi BAP 5,0 mg/l merangsang pembentukan tunas lebih cepat dibandingkan
dengan kosentrasi BAP yang lebih rendah (2,5 mg/l).
Beberapa penelitian
tentang penggunaan BAP (Benzyl amino purin) dalam media MS (Murashige and
Skooq) juga telah dihasilkan untuk menghasilkan multplikasi tunas. Pemberian
0.5 mg/l BAP pada tanaman Citrus
reticulate memberikan hasil terbaik dalam multiplikasi tunas dengan
menggunakan ekplans tunas in vitro dan nodus (Mukhtar et at. 2005). Multiplikasi dari tunas epikotil pada tanaman Citrus cultivar natal, Valencia, Hamlin,
Rangpur memberikan hasil yang terbaik disetiap kultivar dengan pemberian 1
mg/l BAP (Atonio et al, 2002).
Delvin (1975) mengadakan
suatu eksperimen tentang pengaruh IAA terhadap pembesaran sel dengan
menggunakan potongan-potongan oat celeoptle. Dari hasil eksperimen tersebut diperoleh
petunjuk bahwa perkembangan sel yang tanpa diberi IAA sangat kecil, sedangan
potongan yang diberi perlakuan IAA memperlihatkan pertumbuhan yang sangat
cepat.
Marlina (2004)
melakukan penelitian menggunakan eksplan daun Anthurium andreanum dengan
media MS setengah hara makro dengan penambahan kombinasi zat pengatur
tumbuh IAA dan BAP mampu menginduksi terbentuknya tunas. Pada penelitian ini
kombinasi IAA dan BAP lebih cepat menginduksi kalus dan tunas dibandingkan dengan
kombinasi 2,4-D dan BAP. Pada beberapa perlakuan kombinasi IAA dan BAP tunas
yang dihasilkan lebih banyak dari pada perlakuan kombinasi 2,4-D dan BAP tunas
yang dihasilkan sedikit.
Penelitian
menggunakan BAP untuk merangsang pembentukan tunas antara lain penelitian yang
dilakukan oleh Hadipoentyanti dan Udarno (2000), pada tanaman panilihibrida
menghasilkan tunas terbanyak pada kombinasi media MS + BAP 0,5 mg/l. Dalam
penelitian ini juga menggunakan hormon auksin yaitu IAA yang pada umumnya
berfungsi untuk memacu pembelahan sel, pemanjangan sel dan berperan dalam
pengakaran. Menurut Gunawan (1992), jenis auksin yang sering digunakan dalam
media pengakaran adalah IAA (0,1- 10,0 mg/l). tumbuh IAA dan BAP yang merupakan
golongan auksin dan sitokinin. BAP merupakan golongan sitokinin yang sering
digunakan bersamaan dengan IAA untuk mendapatkan morfogenesis yang diinginkan.
III. BAHAN DAN METODA
A.
Tempat dan Waktu
Penelitian
ini telah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian, Universitas
Islam Riau. Jalan Kaharudin Nasution No.113 Perhentian Marpoyan, Kelurahan
Simpang Tiga Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan
selama empat bulan, dari bulan Januari 2014 sampai April 2014 (Lampiran 1).
B.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang
digunakan adalah : biji Melati Katarak, media MS (Murashige and Skoog), zat pengatur tumbuh BAP (Benzyl Amino Purin),
zat pengatur tumbuh IAA (Indole acetic acid), agar-agar, sukrosa, aquades,
detergen, bayclin. alkohol, alumunium foil, kertas label, tween-20, karet
gelang, plastik tahan panas, spritus, kertas turas dan tisue.
Alat
yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, autoclave, rak kultur, lemari
pendingin, tabung reaksi, pipet akurasi, timbangan, pH meter, lampu spritus, panci,
botol kultur, lampu ultra violet, saringan
kain, breker gelas, erlemeyer, gelas ukur, micro pipet, hand sprayer, skarpel,
cawan petri, pinset, gunting, kamera, penggaris, kompor gas, dan alat tulis.
C.
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial 5 x 5 yang terdiri dari
2 faktor.
Faktor B terdiri dari 5 taraf perlakuan
B0
= Tanpa pemberian BAP
B1
= Pemberian BAP dengan konsentrasi 0,001 mg / l
B2
= Pemberian BAP dengan konsentrasi 0,01 mg / l
B3
= Pemberian BAP dengan konsentrasi 0,1 mg / l
B4
= Pemberian BAP dengan konsentrasi 1,0
mg / l
Faktor I terdiri dari 5 taraf perlakuan
IA0
= Tanpa pemberian IAA
I1
= Pemberian IAA dengan konsentrasi 0,001 mg / l
I2
= Pemberian IAA dengan konsentrasi 0,01 mg / l
I3
= Pemberian IAA dengan konsentrasi 0,1 mg / l
I4
= Pemberian IAA dengan konsentrasi 1,0 mg / l
|
Faktor
B
|
Faktor
I
|
||||
|
I0
|
I1
|
I2
|
I3
|
I4
|
|
|
B0
|
B0I0
|
B0I1
|
B0I2
|
B0I3
|
B0I4
|
|
B1
|
B1I0
|
B1I1
|
B1I2
|
B1I3
|
B1I4
|
|
B2
|
B2I0
|
B2I1
|
B2I2
|
B2I3
|
B2I4
|
|
B3
|
B3I0
|
B3I1
|
B3I2
|
B3I3
|
B3I4
|
|
B4
|
B4I0
|
B4I1
|
B4I2
|
B4I3
|
B4I4
|
D.
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Bahan Tanam
2. Sterilisasi Alat dan Bahan
3. Pembuatan Media pra Perlakuan
4. Media Perlakuan
5. Pemberian Perlakuan
6.
Pemasangan Label
7. Kultur Biji Melati Katarak (Pra
Perlakuan)
8. Kultur hipokotil
E.
Pengamatan
1. Tinggi Tunas (cm)
2. Jumlah Tunas per Eksplan (buah)
3. Umur muncul Tunas ( hari )
4. Umur Muncul Akar (hari)
5. Persentase Eksplan Terbentuknya Akar
(%)
6. Jumlah Daun (buah)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Tinggi Tunas (cm)
|
Konsentasi BAP (B) (mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0)
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
3.38
|
3.58
|
3.70
|
4.23
|
5.23
|
4.02 c
|
|
B1 (0.001)
|
3.58
|
3.76
|
4.22
|
4.78
|
5.49
|
4.37 b
|
|
B2 (0.01)
|
4.16
|
4.21
|
4.46
|
5.32
|
5.85
|
4.80 b
|
|
B3 (0.1)
|
4.42
|
4.70
|
4.82
|
5.80
|
6.32
|
5.21 a
|
|
B4 (1.0)
|
4.62
|
5.30
|
5.82
|
6.18
|
6.50
|
5.68 a
|
|
Rerata
|
4.03 d
|
4.31 c
|
4.60 c
|
5.26 b
|
5.88 a
|
|
|
KK = 9.52% BNJ B dan I = 0.48
|
||||||
2.
Jumlah Tunas (buah)
|
Konsentasi BAP (B) (mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0)
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
4.60
|
5.26
|
5.53
|
5.80
|
6.26
|
5.49 b
|
|
B1 (0.001)
|
5.06
|
6.03
|
5.33
|
5.33
|
6.13
|
5.62 b
|
|
B2 (0.01)
|
5.00
|
5.23
|
5.46
|
5.33
|
7.13
|
5.67 b
|
|
B3 (0.1)
|
5.13
|
5.33
|
5.80
|
6.00
|
7.20
|
5.89 b
|
|
B4 (1.0)
|
6.26
|
6.73
|
7.66
|
8.06
|
8.53
|
7.45 a
|
|
Rerata
|
5.21 c
|
5.72 b
|
5.96 b
|
6.18 b
|
7.05 a
|
|
|
KK
= 12.09% BNJ B
dan I = 0.75
|
||||||
3.
Umur Muncul Tunas (hari)
|
Konsentasi BAP (mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0)
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
12.00
|
12.00
|
11.33
|
10.00
|
9.33
|
10.93 b
|
|
B1 (0.001)
|
12.00
|
11.33
|
10.66
|
10.00
|
9.33
|
10.66 b
|
|
B2 (0.01)
|
11.33
|
11.33
|
9.33
|
9.33
|
9.33
|
10.13 a
|
|
B3 (0.1)
|
10.66
|
9.33
|
9.33
|
8.66
|
8.66
|
9.33 a
|
|
B4 (1.0)
|
10.66
|
9.33
|
9.33
|
8.00
|
8.00
|
9.06 a
|
|
Rerata
|
11.33 b
|
10.66 b
|
10.00 a
|
9.20 a
|
8.93a
|
|
|
KK
= 10.60% BNJ B
dan I = 1.10
|
||||||
4.
Umur Muncul Akar (hari)
|
Konsentasi
BAP (B)(mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0)
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
45.33
|
43.33
|
38.66
|
35.00
|
32.66
|
39.00 c
|
|
B1 (0.001)
|
45.00
|
43.33
|
39.33
|
38.00
|
37.33
|
40.60 c
|
|
B2 (0.01)
|
41.66
|
40.33
|
37.66
|
35.33
|
35.33
|
38.06 c
|
|
B3 (0.1)
|
34.33
|
33.33
|
3o.33
|
28.33
|
27.33
|
30.73 b
|
|
B4 (1.0)
|
28.33
|
27.66
|
25.66
|
23.66
|
22.33
|
25.53 a
|
|
Rerata
|
38.93 b
|
37.60 b
|
34.33 b
|
32.06 a
|
31.00 a
|
|
|
KK
= 8.82% BNJ B
dan I = 3.80
|
||||||
5.
Persentase Terbentuknya Akar (%)
|
Konsentasi BAP
(B) (mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0 )
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
66.66
|
66.66
|
100.00
|
83.33
|
100.00
|
83.33
|
|
B1 (0.001)
|
83.33
|
83.33
|
83.33
|
83.33
|
100.00
|
86.66
|
|
B2 (0.01)
|
83.33
|
66.66
|
83.33
|
83.33
|
100.00
|
83.33
|
|
B3 (0.1)
|
100.00
|
66.66
|
100.00
|
83.33
|
83.33
|
86.66
|
|
B4 (1.0)
|
100.00
|
83.33
|
100.00
|
83.33
|
100.00
|
93.33
|
|
Rerata
|
86.66
|
73.33
|
93.33
|
83.33
|
96.66
|
|
|
KK
= 2.66%
|
||||||
6.
Jumlah Daun (helai)
|
Konsentasi BAP (B)(mg/l)
|
Konsentrasi IAA (I) (mg/l)
|
Rerata
|
||||
|
I0 (0)
|
I1 (0.001)
|
I2 (0.01)
|
I3 (0.1)
|
I4 (1.0)
|
||
|
B0 (0)
|
5.46 a
|
5.53 a
|
6.53 a
|
5.73 a
|
5.93 a
|
5.84 b
|
|
B1 (0.001)
|
6.20 a
|
7.33 a
|
6.13 a
|
3.66 b
|
6.13 a
|
5.97 b
|
|
B2 (0.01)
|
7.06 a
|
5.00 a
|
6.33 a
|
5.53 a
|
7.13 a
|
6.21 a
|
|
B3 (0.1)
|
7.13 a
|
4.60 b
|
6.93 a
|
5.66 a
|
7.80 a
|
6.42 a
|
|
B4 (1.0)
|
6.66 a
|
6.13 a
|
7.66 a
|
7.73 a
|
8.33 a
|
7.30 a
|
|
Rerata
|
6.50 a
|
5.80 b
|
6.72 a
|
5.66 b
|
7.06 a
|
|
|
KK
= 1.92% BNJ B dan I = 1.14 BNJ BI =3.53
|
||||||
V. KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan disimpulkan bahwa:
1. Secara
interaksi pemberian konsentrasi BAP dan IAA memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun.
2. Pemberian
konsentrasi BAP secara tunggal memeberikan pengaruh terhadap tinggi tunas
jumlah tunas, umur muncul tunas umur muncul akar, persentase terbentuk akar, dan
jumlah daun.
3. Pemberian
konsentrasi IAA secara tunggal memberikan pengaruh terhadap tinggi tunas jumlah
tunas, umur muncul tunas, umur muncul akar, persentase terbentuk akar, dan
jumlah daun.
4. Pemberian
perlakuan IAA dan BAP dengan kosentrasi 1.0 mg/l memberikan pengaruh terbaik
pada eksplan melati katarak di bandingkan dengan pemberian konsentrasi yang
lebih rendah.
Komentar
Posting Komentar